Kamis, 06 Juni 2013

Hukum Mendirikan Shalat Jum’at di Dua Masjid atau lebih dalam Satu Desa


Dalam satu desa bagi umat Islam wajib mendirikan jama’ah shalat jum’at. Namun kadang dalam satu desa terdapat dua atau tiga masjid untuk pelaksanaan shalat jum’at. Bagaimanakah hukum mendirikan shalat jum’at di dua masjid dalam satu desa?


Ulama’ berbeda pendapat tentang shalat jumat yang dilaksanakan di dua masjid dalam satu desa:
a. Tidak boleh mendirikan shalat jum’at lebih dari satu tempat dalam satu desa.
الثَّالِثُ مِنَ الشُّرُوْطِ اَنْ لاَيُسَابِقَهَا وَلاَيُقَارِنَهَا جُمْعَةٌ فِيْ بَلْدَتِهَا وَاِنْ كَانَتْ عَظِيْمَةً وَكَثُرَتْ مَسْجِدُهَا ِلاَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِهِ لَمْ يُقِيْمُوْا سِوَى جُمْعَةٍ وَاحِدَةٍ اِلَى اَنْ قَالَ اِلاَّ اِذَا كَبُرَ اَيُّ الْبَلَدِ وَعَسُرَ اجْتِمَاعُهُمْ يَقِيْنًا عَادَةً فِيْ مَكَانِ مَسْجِدٍ اَوْغَيْرِهِ.
Syarat yang ketiga adalah tidak boleh mendahului dan bersamaan pelaksanaan shalat jum’at satu sama lain dalam satu desa. Karena Nabi dan orang-orang setelahnya tidak pernah mendirikan jum’at yang lain dalam satu desa, kecuali daerahnya memang luas yang pasti menyebabkan kesulitan berkumpul dalam satu masjid. (Nihayah al-Muhtaj, juz II, hal.289)


b. Boleh mendirikan shalat jum’at lebih dari satu masjid dalam suatu desa apabila satu masjid sudah tidak bisa menampung para jama’ah, masyarakatnya tidak dapat di persatukan lagi dan wilayah desanya luas.
وَالْحَاصِلُ مِنْ كَلاَمِ اْلأَئِمَّةِ أَنَّ أَسْبَابَ جَوَازِ تَعَدُّدِهَا ثَلاَثَةٌ : ضَيِّقُ مَحَلِ الصَّلاَةِ بِحَيْثُ لاَ يَسَعُ الْمُجْتَمِعِيْنَ لَهَا غَالِباً ، وَالْقِتَالُ بَيْنَ الْفِئَتَيْنِ بِشَرْطِهِ ، وَبَعُدَ أَطْرَافُ اْلبَلَدِ بِأَنْ كَانَ بِمَحَلٍ لاَ يَسْمَعُ مِنْهُ النِّدَاءِ ، أَوْ بِمَحَلٍ لَوْ خَرَجَ مِنْهُ بَعْدَ الْفَجْرِ لَمْ يَدْرِكُهَا ، إِذْ لاَ يَلْزَمُهُ السَّعْيُ إِلَيْهَا إِلاَّ بَعْدَ الْفَجْرِ اهـ.

c. Boleh secara mutlaq, namun menurut imam Ismail al-Zain jumlah jama’ah tidak kurang dari 40 orang.
قَالَ الشَّيْخُ اِسْمَاعِيْلُ الزَّيْنُ اَمَّامَسْأَلَةُ تَعَدُّدُ الْجُمْعَةِ فَالظَّاهِرُ جَوَازُ ذٰلِكَ مُطْلَقًا بِشَرْطِ اَنْ لاَ يُنْقَصُ عَدَدُ كُلٍّ عَنْ اَرْبَعِيْنَ رَجُلاً.
Menurut syaikh Ismail al-Zain, masalah bilangan pelaksanaan shalat jum’at diperbolehkan secara mutlak (terlepas dari faktor-faktor penyebabnya) dengan syarat (jama’ahnya) tidak kurang dari empat puluh orang laki-laki. (Qurrah al-Aini, hal.83, Mizan al-Kubra, juz I, hal 209)